Salah satu kolega saya, suatu hari share bahwa dia merasa sangat beruntung punya pasangan hidup yangg luar biasa seperti suaminya. Ia bercerita bahwa tahun2x pertama pernikahannya sangat sulit akibat keegoisannya.
Ia share bahwa arena kebetulan ia terlahir dari keluarga yangg sangat berada (plus ia putri satu2x-nya), akhirnya ia diberikan kemanjaan yangg sangat luar biasa oleh kedua orang tuanya, dan akhirnya membawanya kepada kesulitan bagi dirinya sendiri. Karena ia akhirnya tidak bisa melakukan kegiatan rumah tangga apapun (karena smua tugas itu telah digantikan para pembantunya) dan ia pun juga jadi pribadi yang kurang menghargai orang lain (bahkan termasuk orang tuanya sendiri sekalipun).
Namun yang luar biasanya adalah, ia punya suami yang bersedia terima dia satu paket secara apa adanya, dan akhirnya malah merubahnya menjadi pribadi yang santun dan juga dewasa, hanya dengan kekuatan cinta kasih :)
Sepert suatu waktu, saat ia ribut dengan mertuanya (padahal temen saya itu yang dalam posisi salah) sang suami sama sekali tidak memarahinya, tapi justru memeluk ibunya dan kemudian membawanya ke dalam kamar. Memasakkan makanan buat ibunya dan kemudian makan bersama dengan suasana yang hangat bersama ibunya di dalam kamarnya, setelah itu, ia kemudian makan bersama dengannya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, tetap hangat dan penuh senyuman.
Demikian pula saat ia memaki pembantunya yang mencuci piring kurang bersih, atau mengepel lantai rumah kurang bersih, maka suaminya langsung menenangkannya, dan kemudian suaminyalah yang akhirnya melakukan pekerjaan tersebut kemudian, sampai tuntas. Tanpa banyak bicara, bahkan nasehat apalagi kemarahan atau pukulan.
Hari-hari yg berlalu dengan contoh nyata dari ketulusan kepada dirinya dan juga bakti kepada orang tuanya, pada akhirnya mampu meluluhkan hati kolega saya tersebut. Sehingga beberapa tahun belakangan ini, ia mulai belajar untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, belajar menghargai orang lain dan yang paling penting adalah, belajar untuk menghormati dan berbakti kepada orang tuanya. Dan semuanya itu terjadi, karena faktanya, emang satu contoh nyata jauh lebih indah dan sekaligus jauh lebih berharga daripada ribuan nasehat.
Kisah 2:
Kolega saya yang lain, memiliki kisah yang berbeda. Ia dulu punya target untuk punya pasangan yang mapan (dan syukur-syukur juga tampan katanya, hahaha), karena menurutnya hidup wajib realistis, karena cinta tidak bisa bikin kenyang. Ia tidak salah, meski waktu mengucapkan hal itu di depan saya beberapa tahun yagg lalu, cukup "menyentuh" hati saya (saya tidak mau munafik bahwa saat itu hati saya sempet terusik, huahahahahahaha... Tapi saya akhirnya nyadar, bahwa itu kan murni hak dia, kenapa juga saya harus sewot, xixixi..;p). Ini bukan karena saya ada perasaan khusus sama dia, cuman perasaan pribadi saya aja yang mungkin terlalu sensi, padahal dia belum tentu ada maksud ke arah itu, dan mungkin murni hanya share pendapat pribadinya aja kok, wakakakkaakk..;p
Akhirnya emang ia mendapatkan segala harapannya itu. Saya turut berbahagia buatnya. Sampai akhirnya, ia share bahwa ia sekarang sedang "jalan" bersama dengan pria lain. Belum sampe terjadi apa-apa sih, baru sekedar kencan-kenca berdua biasa. Ia sadar bahwa meski hanya jalan-jalan biasa, tapi ia tahu bahwa itu sudah bisa masuk ke dalam "penghianatan awal" yang bisa berkembang ke arah yang lebih dalam dan juga mungkin bisa membahayakan rumah tangganya (sekaligus contoh yg kurang positif bagi anak-anaknya).
Apa yang terjadi? Ternyata ia memang dapetin semua impiannya, tapi bukan cinta dan juga perhatian. Suaminya adalah seorang pekerja keras dan juga sangat bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun sayangnya sang suami mungkin lupa bahwa dalam berkeluarga, materi bukanlah satu-satunya pondasi dalam berkeluarga, tapi juga kasih sayang dan juga kepedulian.
Bahkan suaminya, saat acara santai sekalipun (sebuah hal yg termasuk sangat langka menurut dirinya), sang suami masih sibuk mengatur bisnisnya dari laptop dan gadget-gadget canggih lainnya. Tubuhnya di meja makan, tapi pikirannya ada di bisnisnya.
Saat ditegur baik-baik pun, jawaban suaminya adalah, bahwa ia melakukan semua hal itu demi kebahagiaan keluarganya, hahaha...
Dulu awal pernikahan, ia tidak ngeh soal ini, karena ia bisa puas dan bebas menikmati semua fasilitas VIP yang ada, namun akhirnya ia sampai titik jenuh juga, karena hatinya perlahan kosong dan sekarang baru nyadar tentang pentingnya perhatian, hahaha... Dan sayangnya, akhirnya dia malah menemukannya dari pria lain.
So far, ia bilang mau "berhenti dr affairnya itu", tapi saya belum tahu kelanjutannya gimana. Intinya, pada akhirnya, materi mungkin bisa membeli apapun, kecuali KEBAHAGIAAN, hehehe..;p
Kisah 3:
Kolega saya satu lagi, pacaran ampir 8 tahun, tapi nikah hanya mampu bertahan kurang lebih dua tahun saja, dan kemudian berpisah. Ia tanya ke saya, kenapa bisa begitu, padahal ia berharap dari lamanya pacaran itu, ia bisa tahu banyak sekaligus mengerti kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan, tapi ternyata faktanya tidak, hehehe...
Dengan jahil saya komen, "nikah bagus bukan ditentuin dari lama pacarannya, tapi dari ketabahan waktu ngejalaninnya", wakakakakakak... Ia sempet sebel sih sama jawaban saya waktu (buktinya mukanya jutek saat itu, dan nyaris pengen hantam saya, cuman mungkin karena tidak tega liat "keimutan" saya (maaf, maksud saya, keamitan saya, hahaha...), akhirnya dia memilih untuk menangis).
Saya akhirnya tidak tega juga dan kasih "penghiburan", yang udah lewat ya udah, cowok toh bukan cuman satu. Eniwei, tetep ada hal penting yg kamu dapatkan dari kejadian ini kan, bahwa lamanya pacaran tidak bakal menjamin lamanya pernikahan, karena emang belum hidup bersama. Waktu ketemu saat jalankan cuman bentar, jadi gimana bisa tahu aslinya sehari-hari. Jadi, mau bentar atau lama sama sekali tidak jamin, yang penting kesiapan hati buat terima pasangan kita masing-masing secara satu paket apa adanya itu yang jauh lebih penting. Karena kalau udah nyadar buat siap terima kayak gitu, mau ada badai segede apapun, tuh nikah pasti lanjut", saya akhirnya menghentikan kebawelan saya yang sama sekali tidak penting ini, setelah ngeliat aura wajahnya yang sepertinya udah mulai tanda2x akan mual dan pengen muntah karena kebosanan (wakakakakk..;p). Sori bagian yang terakhir tadi hanya canda lebay supaya share saya tidak serius-serius amat, xixixi..;p
Hari itu ia terliat bisa lega, dan smoga emang lega beneran, hahaha... Doa saya smoga ia dapat segera menemukan penggantinya (atau mungkin siapa tahu rujuk kembali dengan mantannya, hehehe...).
Apa sih intinya 3 kisah ini, sederhana aja, "bukan masalah keliru dalam memilih pasangan hidup, tapi lebih kepada bagaimana kita menjalaninya dengan tulus dan juga sekaligus bijak".
Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan dengan share ini, tapi seperti saya bilang di awal tulisan ini, bahwa share ini hanya murni untuk reminder saya pribadikan, hehehe... Meski saya berharap, semoga tetap masih bisa bermanfaat dan syukur-syukur bisa membantu anda yang kebetulan menemui masalah yang sama dengan ketiga kisah di atas, hehehe... Terima kasih banget ya buat yang sudah meluangkan waktu buat baca. Selamat berbuat baik dan semoga anda slalu sukses dan bahagia, doa saya selalu buat anda semua.
0 komentar:
Posting Komentar